Sabtu, 06 Maret 2010

I.PENDAHULUAN
II. ANGKUTAN UDARA

Pada uraian ini dijelaskan pengertian, manfaat, sifat, fungsi, serta Peranan, nilai guna dan unsur-unsur dari transportasi tersebut. anda diharapkan dapat mengerti ekonomi transportasi itu, peranan dan permasalahan yang dihadapi dalam transportasi khususnya angkutan udara.

•Pengertian Transportasi

Transportasi adalah pemindahan barang dan orang dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses Transportasi merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan pengangkutan dimulai, ke tempat tujuan merupakan kemana kegiatan pengangkutan diakhiri.

• Manfaat Transportasi.
Pada dasarnya transportasi bukan tujuan tetapi sarana mencapai tujuan.


1. Manfaat Ekonomi


Gambar.1


 Kegiatan Ekonomi :mengolah bahan baku sumber daya ke tempat produksi kemudian di bawa ke pasar untuk disampaikan ke konsumen.
(Para Konsumen menuju pusat kegiatan -------- Pasar, rumah sakit, rekreasi)


 Kegiatan Produksi

Faktor-faktor yang mempengaruhi transportasi:
1. Pola Perdagangan antar Negara yang semakin rumit;



2. Perkembangan Penduduk;

3. Peningkatan Kemakmuran bangsa

4. Peningkatan Masalah Lingkungan Hidup



5. Penelitian dalam kegiatan Ekonomi


2.Manfaat Sosial
Bentuk kegiatan sosial masyarakat, baik bersifat resmi maupun tidak resmi.
Peranan transportasi dalam memberikan manfaat social :
1.Pelayanan


2.Pertukaran/penyampaian informasi

3.Perjalanan
4.Memperpendek jarak
5.Memperluas Kota.


3.Manfaat Politis
Transportasi menduduki peranan penting dilihat dari sudut politis:
1.Menciptakan persatuan nasional
2.pemerataan pelayanan kepada Masyarakat
3.Keamanan dari serangan pihak luar
4.Pemindahan penduduk dari bencana


4.Manfaat Kewilayahan
Tata guna lahan dan transportasi tidak dapat dipisahkan, karena kegiatan transportasi berwujud lalu lintas yang merupakan kegiatan menghubungkan dua lokasi guna lahan yang mungkin berbeda.
Dengan demikian :
Antara tujuan tata guna lahan dan suku transportasi harus menuju keseimbangan yang efisien antara potensi guna lahan dengan kemempuan transportasi.






Ketersediaan jasa transportasi antara Lokasi A dan Lokasi B menyebabkan perkembangan baru sepanjang lintasan antara A dan B

•Sifat Transportasi

Transportasi sifat permintaannya adalah derived demand, dikatakan Derived Demand karena keperluan jasa Transportasi bertambah dengan meningkatnya Kegiatan ekonomi , sebaliknya akan berkurang jika terjadi kelesuan ekonomi.


•Fungsi Transportasi

Pada dasarnya Transportasi mempunyai dua fungsi :
1. The Promoting Sector
Dimana transportasi berfungsi sebagai sektor panjang pembangunan

2. The Servicing sector
Transportasi memberikan jasa bagi perkembangan pembangunan.
Jika kegiatan–kegiatan ekonomi telah maju maka jasa angkutan perlu terus tersedia untuk menunjang kegiatan-kegiatan tersebut dengan demikian peranan pengangkutan tersebut menunjang pembangunan dan melayani perkembangan pembangunan

•Peranan transportasi
Transportasi memiliki peranan antara lain ;
-Melancarkan arus barang dan penumpang untuk itu harus ada keseimbangan Supply dan demand jasa transportasi jika;
S < D - Kemacetan harus barang akan terjadi keguncangan harga barang .
S > D - Kompetitif tidak sehat sehingga pihak perusahaan Rugi dan jasa transportasi berkurang akan terjadi keguncangan harga barang.


-Membantu pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal


•Nilai Guna (Utility)
Transportasi memberikan nilai guna;
-Nilai guna tempat (Place Utility) dimana nilai barang lebih tinggi di tempat tujuan.
-Nilai guna waktu (Time Utility) memberikan nilai barang lebih tinggi dan dapat di manfaatkan tepat pada waktunya.

Jasa transportasi merupakan Output dan input;
-Bagi perusahaan transportasi jasa tarnsportasi jasa transportasi merupakan Output
-Untuk kegiatan produksi, perdagangan dan kegiatan ekonomi lainnya jasa transportasi merupakan Input


•Unsur-unsur transportasi

Unsur-unsur transportasi agar transportasi dapat berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya maka diperlukan tersedianya unsure-unsur pengangkutan :
1. Sarana (Operating facilities)
- Tenaga penggerak
- sarana Angkutan
2. Prasarana (Basic Facilities)
- Jalan
- Terminal

Unsur pokok;
1. Manusia yang membutuhkan
2. Barang yang dibutuhkan
3. unsur ;
- Sarana
- Prasarana
4. Organisasi (Pengelola)


Keseimbangan transportasi :
1. Ada muatan yang diangkut
2. Tersedia kendaraan
3. Jalanan yang dilalui



Setelah membaca uraian di atas anda dapat mencoba menjawab soal-soal di bawah ini, setelah itu anda dapat menyamakannya dengan kunci jawaban yang tersedia di belakang dan terlebih dahulu diusahakan dicoba untuk menjawab sendiri.


2. Soal
1. Apakah yang dimaksud dengan sifat permintaan transportasi “derived demand”?
2. Jelaskan Manfaat dari Transportasi!
3. Jelaskan Peranan dari Transportasi!
4. Coba diuraikan bagaimana transportasi menimbulkan nilai guna tempat dan waktu!
5. Apakah fungsi dari Transportasi tersebut?


II. ANGKUTAN UDARA



Karakteristik Jasa Angkutan Udara;
a.Produksi yang dihasilkan tidak dapat disimpan,diraba tetapi dapat ditandai dengan adanya pemanfaatan waktu dan tempat.
b.Demandnya Elastis
c.Selalu menyesuaikan teknologi maju
d.Selalu ada campur tangan pemerintah.

Fungsi Jasa Angkutan Udara;
a.Melaksanakan penerbangan yang aman ( Safety )
b.Melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur ( Regularity )
c.Melaksanakan penerbangan yang nyaman ( Confortable )
d.Melaksanakan penerbangan yang ekonomis.

Kualitas pelayanan;
a.Kecepatan,indikatornya KM per jam
b.Keselamatan,indikatornya jumlah kecelakaan dibandingkan jumlah penerbangan
c.Kenyamanan ( Comfort )
d.Kapasitas Angkutan, indikatornya seat KM tersedia dan Ton KM tersedia
e.Frekuensi penerbangn
f.Keteraturan penerbangn
g.Terjangkau, indikatornya tarif yang relatif rendah

Jenis – Jenis Perusahaan Angkutan Udara;
a.Direct Air Carriers;
1.Perusahaan Penerbangan Yang Berjadwal ( Schedual Atau Regulair )
2.Perusahaan Penerbangan Carter (Air Charter)
3.Perusahaan Penerbangan Umum ( General Aviation )
b.Inderect Air Carriers
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memperkirakan Permintaan Angkutan diantara Dua Tempat;
a.Maksud perjalanan
b.Karakteristik tempat asal yang akan mempengaruhi besarnya lalu lintas yang akan dibangkitkan
c.Karakteristik tempat tujuan yang akan mempengaruhi besarnya lalu lintas yang ditarik
d.Jumlah penduduk yang ada pada ke dua tempat tersebut;










Menghitung Break Even Poin (BEP)
a. Secara Formula
Contoh;
JKT – MES – JKT diterbangkan dengan Pesawat VCP dengan jarak tempuh enam jam Biaya Operasi Pesawat Per Jam ; Rp. 2.650.000. TARIFF JKT – MES ; Rp. 82.000 agar kondisi BEP (R=C), maka BEP jkt – mes – jkt dengan Pesawat tersebut ;

6 jam × Rp. 2. 650.000
_________________ = 97 Pax /flight
2 × Rp. 82.000

Kapasitas Seat Pesawat VCP ; 130 Seat
L / F to BEP ;
97
__ × 100 % = 75 %
130

Contoh;
Pesawat DC – 9 dioperasikan dalam 1 tahun dengan produk jam terbang = 2000 jam
Revenue = Rp. 4.000.000 per jam
FC =Rp. 5.000.000 per jam
VC =Rp. 2.700.000 per jam
Pertanyaan ; Hitung BEP ?
Penyelesaian ;
R = 2.000 × 4.000.000 = Rp. 8.000.000.000
FC = 2.000 × 5.000.000= Rp. 10.000.000.000
VC = 2.000 × 2.700.000 = Rp. 5.400.000.000

T. BEP = F × R = 10.000 juta × 8.000 juta
______= __________________= 3.076,9 juta
± Y = 8.000 juta – 5.400 juta

BEP / jam = 3.076,9 juta
_________× 2.000 = 769,2
8.000 juta




Struktur Biaya Operasi :
1. Flight Operating Cost ( Doc )
a. Direct Fliying Operation
b. Flight Maintenance
c. Flight Equipment Ownership
2. Ground Operating Cost ( GOC ) Atau System Administrative Expenses:
a. Reservation and Sales
b. Traffic Servicing
c. A / c Servicing
3. System Operating Cost ( IOC )
a. System Promotional Cost
b. System Administrative Cost
c. Ground Maintenance
d. Ground Equipment Ownership
4. Total Operating Cost = 1 + 2 + 3
5. System Non Operating Cost


Factor yang mempengaruhi besarnya potensi jumlah permintaan Angkutan Udara ;
a. Produk Domestik Regional Bruto Perkapita
b. Perkembangan Wilayah
c. Perkembangan Penduduk

Dalam Pemilihan Pola Jaringan Penerbangan perlu mempertimbangkan ;
a. Aspek Geografis
b. Aspek Nasional Pembangunan Dan Daerah
c. Aspek Keadaan Jaringan Penerbangan Saat Ini

Perencanaan Armada, Kriteria Pemilihan Pesawat ;
a. Analisis Ekonomi Dan Finansial
b. Status Pesawat
c. Desain Pesawat
d. Operasional Pesawat
e. Perawatan Pesawat

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perencanaan Armada ( Flight Planning )
1. Proyeksi Permintaan ( Demand Projection )
2. Kondisi Armada
3. Tipe Pesawat Pengganti
4. Kondisi Infrastruktur ( Prasarana )
5. Kondisi Keuangan Perusahaan
6. Pengembangan Rute
7. Analisis Pengadaan Pesawat.


III. KONTRIBUSI ANGKUTAN UDARA PADA PEREKONOMIAN NASIONAL


Secara umum peran angkutan udara adalah memperkokoh kehidupan politik, pengembangan ekonomi, sosial dan budaya serta keamanan dan pertahanan. Di bidang pengembangan ekonomi, sosial dan budaya, angkutan udara memberikan kontribusi yang cukup besar antara lain, di bidang transportasi, pengembangan ekonomi daerah, pertumbuhan pariwisata dan ketenagakerjaan.
Adanya angkutan udara memberikan alternatif layanan pengangkutan baik pada orang maupun barang melalui jalur udara yang menawarkan nilai tambah berupa efisiensi waktu dan kecepatan yang lebih baik dibandingkan moda transportasi lainnya. Adanya faktor kecepatan tersebut disamping mampu menekan biaya produksi, mobilitas orang dan penyampaian kebutuhan barang atau jasa pun menjadi lebih cepat dan lebih baik.
Kontribusi angkutan udara di bidang pengembangan ekonomi daerah adalah melakukan kegiatan lalu lintas orang maupun barang untuk membantu membuka akses, menghubungkan dan mengembangkan potensi ekonomi daerah yang pertumbuhan ekonominya masih rendah serta menghidupkan dan mendorong pembangunan wilayah khususnya daerah-daerah yang masih terpencil , sehingga penyebaran penduduk, pemerataan pembangunan dan distribusi ekonomi dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.
Peran angkutan udara untuk mendukung sektor pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan devisa Negara tidak dapat dipungkiri. Kontribusi angkutan udara dalam mengangkut wisatawan luar negeri kurang lebih 90% sehingga dapat dikatakan, sektor pariwisata Indonesia akan semakin berkembang apabila didukung oleh pertumbuhan angkutan udaranya.
Kontribusi angkutan udara di bidang ketenagakerjaan adalah menciptakan lapangan kerja baik langsung maupun tidak langsung dalam rangka membantu pemerintah dalam pemenuhan lapangan kerja khususnya di bidang industri angkutan udara. Menurut Air Transport Action Group (ATAG), yaitu sebuah organisasi independen internasional yang terdiri dari beberapa kelompok perusahaan khususnya yang berkiprah di bidang industri angkutan udara, kontribusi angkutan udara di bidang ketenagakerjaan secara langsung adalah penciptaan lapangan kerja industri dari angkutan udara itu sendiri dan secara tidak langsung adalah menciptakan lapangan kerja di bidang pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan operasional / produksi angkutan udara. “Multiplier effect” lainnya adalah adanya angkatan kerja yang disebabkan oleh pengeluaran yang disebabkan oleh industri dan yang terbesar adalah angkatan kerja yang disebabkan meningkatnya kegiatan sektor pariwisata akibat masuknya wisatawan melalui jalur angkutan udara.
ATAG mengindikasikan bahwa indeks prosentase dari pengaruh industri angkutan udara terhadap ketenagakerjaan adalah sebesar 580% dengan perincian sebagai berikut, pengaruh langsung (direct) sebesar 100% berupa penciptaan tenaga kerja angkutan udara itu sendiri, pengaruh tidak langsung (indirect) sebesar 116% berupa angkatan kerja pengadaan barang dan jasa, pengaruh lainnya (induced), yaitu angkatan kerja dari sektor pariwisata sebesar 310% dan angkatan kerja dari pengeluaran yang disebabkan oleh industri sebesar 54%. Sehingga jika kita mengacu pada rasio pesawat per pegawai sebesar 1 : 150 orang, maka jika muncul industri angkutan udara baru dengan jumlah armada sebanyak 5 pesawat akan menghasilkan angkatan kerja sebanyak, 5 x 150 orang x (100%+116%+310%+54%)=4.350 orang angkatan kerja. Apabila kita hitung dengan perumusan yang sama secara nasional, dari seluruh jumlah armada yang beroperasi di Indonesia yang berjumlah kurang lebih sekitar 270 pesawat, maka total penciptaan angkatan kerja dari sektor angkutan udara adalah sebesar 227.070 orang. Suatu jumlah angkatan kerja yang cukup lumayan, apalagi di era sekarang , hal tersebut sangat membantu pemerintah di bidang pemenuhan tenaga kerja nasional.
Peningkatan sektor pariwisata yang didukung oleh angkutan udara yang handal dan berkualitas
Keberhasilan sektor pariwisata Indonesia seakan menjadi penyejuk ditengah menurunnya ekspor migas dan menjadikan sektor ini sebagai primadona baru setelahi migas. Pengembangan sector ini perlu didukung ketersediaan bandar udara berskala internasional di tanah air, diantara Kota-kota yang bandaranya dikembangkan selain Jakarta dan Denpasar adalah, Medan, Pontianak, Pekanbaru, Manado, Ambon, Biak, Padang, Palembang, Surabaya, Batam, Ujung Pandang, Banda Aceh, Bandung, Mataram dan lain-lain, dengan tujuan agar perusahaan penerbangan baik domestik maupun asing memperoleh kemudahan akses penerbangan ke/dari luar negeri secara langsung.
Pada awalnya Pemerintah melakukan perubahan di berbagai bidang sebagai upaya peningkatan pendapatan Negara melalui langkah deregulasi perekonomian antara lain deregulasi perpajakan, pelabuhan dan angkutan laut termasuk deregulasi di bidang angkutan udara dimana awalnya dinamakan “partial open sky” dengan membuka Bali, Denpasar sebagai pintu masuk wisatawan ke Indonesia disamping Jakarta sebagai ibukota negara.
Namun penerapan “ limited open sky” tersebut berdampak pada maskapai penerbangan nasional yang belum siap bersaing di pasar global, sehingga pelan tapi pasti, mulai mengalami col urung akhirnya mengalami kerugian di tahun 1993. Namun segala sesuatu memang harus dilihat konteksnya secara luas. Apakah kebijakan untuk mendukung sektor pariwisata tersebut sebagai penyebab kerugian maskapai nasional? Kalau kita menyikapinya secara arif dan bijaksana, maka jawabannya “bisa ya, bisa tidak”. Namun kalau melihat pada misi yang diemban oleh airline nasional, yaitu disamping menghubungkan keseluruh propinsi dari dan ke seluruh kota-kota di Indonesia, juga berkewajiban mendukung program pemerintah di bidang pariwisata dan ekspor non migas. Jadi jelas, bahwa industri penerbangan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari industri pariwisata.
Meskipun pemerintah terus giat menggali alternatif lain selain migas, posisi migas masih menjadi tulung punggung untuk menggerakkan roda perekonomian Negara. Kebetulan saat itu tingkat konsumsi minyak domestik masih belum tinggi sehingga ekspor surplus migas masih terus berjalan hingga beberapa puluh tahun kemudian.
Keberhasilan sektor pariwisata Indonesia meningkatkan pendapatan Negara dibeberapa bandar udara di tanah air semakin diperlebar, dibangun dan diubah menjadi bandara Internasional dengan satu tujuan yaitu untuk memberikan peluang lebih banyaknya wisatawan manca negara masuk ke Indonesia dan langsung ke daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia.
Kota-kota yang bandaranya dikembangkan selain Jakarta dan Denpasar antara lain, Medan, Pontianak, Palembang, Pekanbaru, Manado, Ambon, Biak, Padang, Surabaya, Batam, Ujung Pandang, Banda Aceh, Bandung, Mataram dan lain-lain. Hingga saat ini total seluruh bandara yang ditetapkan sebagai Bandar udara Internasional dengan tujuan agar perusahaan penerbangan baik domestik maupun asing memperoleh kemudahan akses penerbangan ke/dari luar negeri secara langsung.
Namun dibandingkan dengan kebijakan negara lain seperti Amerika Serikat dan Eropa, sebagai perwujudan dari sebuah negara liberal, ternyata keduanya masih menganut sistem pre-kompetitif, dimana dalam perjanjian udaranya senantiasa menekankan adanya perundingan yang adil (win win solution), namun sepanjang tidak merugikan airline domestiknya. Hal tersebut dapat diartikan bahwa, proteksi di sebuah negara liberal masih tetap ada, dengan maksud untuk tetap menjaga kepentingan nasionalnya.

Peningkatan penumpang dan perusahaan penerbangan; Era Low Cost Airlines
Peningkatan populasi penduduk secara tidak langsung berdampak positif terhadap pertumbuhan penumpang angkutan udara. Namun instabilitas perekonomian dunia dan tingginya harga avtur yang sempat menyentuh level psikologis $ 100/bbl, secara signifikan sangat mempengaruhi industri penerbangan, sehingga lahirlah konsep “Low Cost Carriers (LCCs)” yang di negara maju dikenal dengan sebutan “Legacy Carriers” yaitu sebuah bentuk ideal yang mempertemukan pihak konsumen sebagai “buyer” dan operator sebagai “seller” pada tingkat harga yang sesuai dengan daya beli masyarakat.
Awal tumbuhnya low cost carrier di Indonesia sendiri, adalah bertujuan menciptakan pasar yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dengan membagi rute-rute yang pasarnya belum potensial. Agar tidak mengalami kerugian, maka low cost carrier tersebut harus mere-enginering bisnisnya dengan menyesuaikan seluruh biaya operasionalnya menjadi berbiaya rendah, tentunya tanpa mengabaikan sisi keamanan, keselamatan dan pelayanan penerbangan. Beberapa biaya yang sulit untuk ditekan karena sifat pembebanannya sama kepada setiap operator adalah harga avtur, biaya bandara, beban pajak serta asuransi. Itulah PR yang harus diselesaikan oleh LCC Domestik agar eksistensinya tetap terjaga. Intinya adalah “Low Cost=Low Resources=Low Fares”. Namun tampaknya, sekarang telah terjadi pergeseran, dimana LCC adalah penerbangan yang bertarif murah dan bebas menerbangi seluruh rute yang ada, baik potensial maupun tidak, baik kapasitasnya sudah maksimum atau tidak. Istilahnya, “disitu ada gula, disitu ada semut”, sehingga hasilnya sangat mudah ditebak. Dan yang paling penting lagi, esensi pemerataan dalam pembangunan seakan jauh panggang dari api.
Low cost airline mulai marak di Indonesia pada tahun 2001, ditandai dengan mulai bermunculannya perusahaan perusahaan penerbangan baru seperti, Lion Airlines pada bulan Juni 2000, disusul Kartika bulan Mei 2001, Batavia bulan Januari 2002, Wings Air bulan Juni 2003, Adam Air bulan Desember 2003 (sudah tidak beroperasi), disusul Air Asia pada bulan Desember 2005. Munculnya airline-airline baru tersebut seakan mengubah wajah dunia angkutan udara domestik, yang semula hanya didominasi oleh beberapa airline, berubah menjadi persaingan yang ketat dan terbuka. Akibatnya adalah, terjadi perang tarif yang merugikan dan berlangsung hampir selama tiga tahun berturut-turut. Namun derasnya arus globalisasi di Indonesia saat itu, membuat kondisi tersebut seakan dianggap wajar dan syah-syah saja. Tak ayal, beberapa airline yang sudah mapan terkena dampaknya, salah satunya adalah perusahaan penerbangan plat merah Garuda Indonesia, dimana pada tahun 2003 porsi “high yield”nya langsung menurun drastis dan porsi “low yield”nya membesar, sebagai akibat kuatnya tekanan persaingan dengan Low Cost Carrier yang ada. Kemerosotan perolehan pendapatan ternyata tidak hanya dialami oleh Garuda saja, moda angkutan yang lain seperti, angkutan darat yaitu kereta api dan bus, serta angkutan laut antar pulau juga ikut merasakan akibatnya. Bahkan beberapa bus antar kota antar propinsi (AKAP) sebagian gulung tikar akibat sepinya penumpang.

Apakah telah terjadi “shifting market” dari angkutan darat dan laut ke angkutan udara, jawabannya adalah kemungkinan besar “ya”.
Dari grafik terlihat jumlah pengguna angkutan darat dan laut turun drastis, sedangkan di sisi lain moda angkutan udara justru meningkat pesat. Justifikasinya adalah berpindahnya pengguna moda angkutan darat dan laut, disebabkan karena harganya yang murah, atau selisih harga yang terlalu dekat sehingga alasan waktu menjadi alternatif pilihan
Kedepan, gambaran kondisi penerbangan nasional diperkirakan tidak akan berubah dan akan terus mengarah pada dominasi dan semakin berkembangnya Low fare operator sebagai tulang punggung bisnis angkutan udara Nasional. Hal tersebut didukung dengan masih stagnannya pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat dampak krisis ekonomi global baru-baru ini, yang cukup mempengaruhi sisi permintaan karena melemahnya tingkat daya beli masyarakat, sehingga aspek penghematan menjadi faktor yang sangat penting bagi konsumen.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi pelayanan jasa penerbangan pada segmen pasar “middle down” yang “price sensitive” serta langkah “pre-emptive” dalam menghadapi persaingan dengan semakin maraknya penerbangan asing berbiaya murah masuk ke Indonesia, maka beberapa airline domestik pun telah menciptakan LCC tersendiri. Airline tersebut antara lain, Garuda Indonesia melalui Citilink-nya, disusul Lion yang telah mengubah diri menjadi “premium service” dan menyerahkan porsi low costnya kepada Wings Air. Beberapa airline asing juga telah melakukan hal sama seperti, Qantas dengan Jetstar dan SIA dengan Tiger Airwaysnya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Genderang globalisasi telah di tabuh, liberalisasi penerbangan telah bergulir. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Apakah akan dijadikan sebagai sebuah tantangan dan segera berbenah diri untuk menghadapi persaingan, atau dianggap sebagai sebuah ancaman.


IV. KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN.

Pemerintah memandang perlunya paradigma baru bahwa keselamatan penerbangan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Perusahaan Penerbangan dan Masyarakat pengguna jasa.
Keselamatan merupakan prioritas utama dalam dunia penerbangan, tidak ada kompromi dan toleransi. Pemerintah berkomitmen bahwa "Safety is Number One" sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992.
Penyelenggaraan transportasi udara tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi masyarakat pengguna jasa transportasi udara yang dilayani dan juga kecenderungan perkembangan ekonomi global. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang semakin membaik, peran Pemerintah yang semula sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi, akan berubah peran menjadi sebagai regulator.
Penerbangan dikuasai oleh Negara pembinaanya dilakukan oleh pemerintah baik melalui pengaturan (regulator), pengendalian dan pengawasan (Bab V UU No.1 Penerbangan). Dari sisi pengaturan Pemerintah hanya bertugas menerbitkan berbagai aturan, melaksanakan sertifikasi dan pengawasan guna menjamin terselenggaranya transportasi udara yang memenuhi standar keselamatan penerbangan.
Pemerintah telah mempunyai Program Nasional Keamanan Penerbangan Sipil (National Civil Aviation Security Programme) yang bertujuan untuk keamanan dan keselamatan penerbangan, keteraturan dan keberlanjutan penerbangan sipil di Indonesia dengan memberikan perlindungan terhadap penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, para petugas di darat dan masyarakat, dan instalasi di kawasan bandar udara dari tindakan melawan hukum.
Terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia, Pemerintah telah menetapkan peraturan perundang-undangan antara lain:
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
PP Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety Regulation (CASR) part 135;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety Regulation (CASR) part 121;
Peraturan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan;
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Sebagai langkah konkrit ke depan sesuai dengan ketentuan ICAO yang baru, Pemerintah telah memberlakukan Sistem Manajemen Keselamatan (Safety Management System/ SMS) di bidang penerbangan.
Sistem Manajemen Keselamatan (SMS) adalah suatu sistem monitoring yang berupa tim atau organisasi di dalam suatu perusahaan penerbangan yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang memonitor kinerja keselamatan dari perawatan dan pengoperasian serta memprediksi suatu bahaya, menganalisa resiko dan melakukan tindakan pengurangan resiko tersebut dengan membahas perihal keselamatan secara berkala yang dipimpin oleh Presiden Direktur Perusahaan Penerbangan sebagai pemegang komitmen safety.
Pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah dan Peraturan Keselamatan Penerbangan/CASR untuk memasukkan persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan berupa tanggung jawab keselamatan oleh Presiden Direktur, sistem mengidentifikasi bahaya, menganalisa resiko dan tindaklanjut mengurangi resiko, kewajiban melakukan evaluasi keselamatan secara berkala, indikator keselamatan, internal evaluasi, emergency response plan yang dituangkan dalam safety manual airline.
Perusahaan penerbangan menyiapkan safety manual sesuai dengan persyaratan CASR dan dilaksanakan secara konsisten serta menentukan komitmen keselamatan (safety) kepada Pemerintah dengan menetapkan safety target yang dapat diterima (acceptable safety).

KEWAJIBAN MASKAPAI PENERBANGAN
Di dalam amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001, Menteri Perhubungan telah menetapkan Program Pengamanan Penerbangan Sipil yang terdiri dari Program Pengamanan Bandar Udara dan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara.
Berdasarkan Program Pengamanan Perusahaan Angkutan Udara, dalam pengoperasiannya setiap maskapai diwajibkan membuat Airline Security Programme (ASP) dan Airline Manual (AM) yang memuat antara lain:
Prosedur pengoperasian pesawat udara
Personil pesawat udara
Fasiltas peralatan pesawat udara
Airline Contingency Plan (untuk ASP)
Airline Emergency Plan (untuk Airline Manual)

TANGGUNG JAWAB DAN PENGAWASAN PEMERINTAH
Bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap keselamatan penumpang di udara antara lain:
Menjamin bahwa sarana transportasi yang disediakan memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan secara konsisten dan terus menerus
Secara konsisten dan terus menerus melakukan pengawasan dengan melakukan pengecekan terhadap pemenuhan peraturan perundang-undangan dan peraturan keselamatan penerbangan yang berlaku;
Penegakan hukum secara konsisten terhadap pelanggaran pemenuhan regulasi secara admnisistrsi berupa pencabutan sertifikat.


Sedangkan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah antara lain :
Monitoring secara kontinyu terhadap pelaksanaan kegiatan usaha jasa angkutan udara. Berdasarkan hasil monitoring tersebut dilakukan analisa dan evaluasi agar dapat diketahui apakah terdapat penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku. Apabila ditemui adanya penyimpangan atau pelanggaran, akan diberikan peringatan untuk tindakan korektif sampai dengan 3 kali, untuk selanjutnya diambil tindakan administratif sampai dengan memberikan sanksi (pencabutan izin rute, pencabutan izin usaha), sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Terkait dengan operasional pesawat udara, bagi perusahaan yang armadanya tidak memenuhi syarat kelaikan terbang maka akan di grounded dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pemerintah melakukan pengawasan dengan tahapan :
Tahap I
Melaksanakan proses sertifikasi sesuai dengan persyaratan keselamatan penerbangan terhadap organisasi operator, organisasi perawatan pesawat udara, organisasi pabrikan, organisasi pendidikan kecakapan, personil penerbangan (pilot, teknisi, awak kabin, petugas pemberangkatan/dispatcher) dan produk aeronautika (pesawat udara, mesin, baling-baling), yang dikeluarkan berupa sertifikat.
Tahap II
Melakukan pengawasan untuk memastikan pemegang sertifikat (certificate holder) tetap konsisten sesuai dengan persyaratan keselamatan penerbangan sama dengan pada waktu sertifikasi, melalui pelaksanaan antara lain:
audit secara berkala;
surveillance;
ramp check;
en-route check;
proficiency check.

PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI
Di Indonesia terdapat beberapa permasalahan yang terkait erat dengan kegiatan penerbangan khususnya penerbangan sipil. Beberapa permasalahan tersebut antara lain :
Rendahnya pengawasan terhadap maskapai penerbangan di Indonesia
Pemerintah ketika itu sepakat dengan visi pengusaha dan memberi Air Operation Certificate serta Aircraft Obligation Certificate. Pengusaha yang baru memiliki satu-dua pesawat pun diberi izin. Belakangan terbukti, pemberian izin ini menimbulkan dilema yang sangat serius. Terjadi kongesti di bandar udara dan kepadatan di rute-rute tertentu, juga kemungkinan pengurangan toleransi atas keamanan pesawat.
Perusahaan-perusahaan penerbangan baru ternyata terjebak dalam pertarungan harga karena mereka mempunyai visi yang sama, yaitu membangkitkan potensi pasar yang terpendam. Mereka sama-sama menerapkan tarif murah, low fares, padahal bisnis transportasi udara merupakan bisnis yang bermodal besar serta berisiko tinggi.
Walaupun Departemen Perhubungan sudah mengeluarkan aturan pembatasan usia pesawat udara yang boleh dioperasionalkan maskapai nasional, yakni maksimum 35 tahun atau maksimum 70.000 kali mendarat. Namun hal tersebut tampaknya belum cukup mengingat daerah beriklim tropis dan kepulauan, faktor korosi dan kelelahan fisik pesawat lebih besar kemungkinannya terjadi sehingga meningkatkan risiko kecelakaan.
Pengawasan pemerintah terhadap setiap pembelian pesawat yang dilakukan maskapai penerbangan dirasa kurang mengingat dari mana pesawat tersebut, kondisi, dan kelaikan pesawat kurang diperhatikan.
Kondisi pesawat yang sudah tua dan kurang layak
Hampir semua maskapai penerbangan yang menyandang label LCC bercirikan tarif yang murah dan umumnya memakai pesawat terbang bekas yang sudah berumur.
Beberapa data tentang umur rata-rata armada pesawat terbang yang digunakan oleh beberapa maskapai penerbangan di Indonesia tercatat sebagai berikut (per Januari 2007, sumber : Aero Transport Data Bank) Garuda Indonesia (11,3 tahun), Citilink (16,6 tahun), Lion Air (17,7 tahun), AdamAir (19,4 tahun), Awair/Indonesia AirAsia (19,5 tahun), Batavia Air (22,3 tahun, tidak termasuk Airbus A-319), Merpati Nusantara Airlines (22,8 tahun), Sriwijaya Air (24,5 tahun), Mandala Airlines (24,5 tahun).
Tingginya angka kecelakaan penerbangan di Indonesia
Globalisasi ekonomi menyebabkan persaingan yang tajam antara badan usaha dalam hal ini perusahaan penerbangan, untuk itu perusahaan menerapkan beberapa strategi pemasaran untuk menawarkan keunggulannya antara lain seperti:
• Promosi tiket murah;
• Menambah frekuensi jadwal penerbangan ke kota-kota tertentu di Republik Indonesia untuk memudahkan konsumen memilih jam penerbangan.
Namun yang paling utama adalah Keselamatan Penumpang , destination per km dan nyaman.
Tabel 4.1. Jumlah Kecelakaan Pesawat Kurun Waktu 2001-2007
No. Maskapai 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Ket.
1 Adam Air 3
2 Mandala 1 1
3 Garuda 1 2
4 City Link 1
5 Merpati 1 1
6 Lion Air 1 2 1
7 Pelita 1
8 Batavia 1
9 Trigana 1
10 Dirgantara 2
Sumber: Musibah di era terbang murah 8-14 Juni 2007, hhtp:\\. Digilib petra




Berikut ini merupakan daftar kecelakaan pesawat terbang yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1979 yang dikutip dari www.wikipedia.com. Garuda Indonesia Penerbangan 553 adalah pesawat Fokker F-28 Garuda Indonesia yang sedang dalam penerbangan tanpa penumpang dari Denpasar menuju Surabaya dan menabrak lereng Gunung Bromo di ketinggian 6.200 kaki pada 6 Maret 1979. Keempat awaknya tewas.
Sebuah pesawat Fokker F-28 Garuda Indonesia terlibat musibah pada 11 Juli 1979. Pesawat bernama Mamberamo itu dalam penerbangan dari Bandara Talang Betutu (Lampung) menuju Medan dipiloti Kepten A.E. Lontoh menabrak dinding Gunung Pertektekan, anak Gunung Sibayak dalam pendekatan (approaching) untuk mendarat di Bandara Polonia, Medan. Kesemua 4 awak dan 57 penumpangnya tewas.
4 April 1987 Garuda Indonesia Penerbangan 035, dari Banda Aceh jatuh pada saat mendarat di runway 05 Bandara Polonia, Medan, dalam cuaca buruk. 28 penumpang dan awak tewas. 17 Juni 1996- Garuda Indonesia 865, pesawat terbakar setelah overrun akibat aborting take off oleh penerbangnya di Bandara Fukuoka, Jepang saat akan take off menuju Jakarta, Indonesia. 3 dari 275 penumpang tewas.
26 September 1997- Garuda Indonesia Penerbangan GA 152, jatuh di kawasan pegunungan dekat Medan, Indonesia; musibah pesawat terburuk dalam sejarah Indonesia; semua 222 penumpang dan 12 awak pesawat tewas. 14 Januari 2002- Lion Air Penerbangan JT-386. 3 Juli 2004- Lion Air Penerbangan 332 di Palembang
10 Januari 2005- Lion Air Penerbangan 789 gagal lepas landas dari Kendari, Sulawesi Tenggara. 15 Februari 2005- Lion Air Penerbangan 1641 terperosok di Bandara Selaparang, Mataram, NTB. 5 September 2005- Pesawat Boeing 737-200 Mandala Airlines Penerbangan RI 091 gagal take off dari Bandara Polonia Medan dalam penerbangan menuju Jakarta, lalu menerobos pagar bandara dan menabrak perumahan penduduk dan masyarakat di Jl. Jamin Ginting Medan. Dari 117 orang penumpang dan awak, hanya 17 yang selamat. Korban dari masyarakat di darat, 41 orang dinyatakan tewas.
Sumber : www.knkt.go.id
4 Maret 2006 - Lion Air Penerbangan IW 8987 dari Denpasar - Surabaya yang membawa 156 orang tergelincir saat mendarat di Bandara Juanda karena cuaca buruk, semua penumpang selamat. 5 Mei 2006- Batavia Air Penerbangan 843 jurusan Jakarta - Ujung Pandang - Merauke setelah beberapa saat mengudara pilot meminta balik ke bandara, pada saat mendarat ban pecah dan pesawat tergelincir di landasan pacu Bandara Soekarno Hatta, 127 penumpang selamat, 4 orang luka-luka. 1 Januari 2007- Adam Air Penerbangan 574 dari Jakarta - Manado via Surabaya. Pesawat mengangkut 96 penumpang dan 6 awak. Status pesawat sampai dengan saat ini belum diketahui.
21 Februari 2007 Boeing 737-300 Adam Air Penerbangan KI 172 dalam penerbangan dari Jakarta - Surabaya tergelincir saat mendarat di Bandara Juanda, Surabaya. Pesawat mengalami kerusakan namun semua penumpangnya selamat. (Detikcom). 7 Maret 2007 Garuda Indonesia Penerbangan GA-200 jurusan Jakarta-Yogyakarta mengalami kecelakaan dan meledak di bandara Adi Sucipto Yogyakarta saat melakukan pendaratan, dari 133 penumpang yang masuk manifest dan 7 kru pesawat, 49 orang tewas.
Keselamatan penerbangan
Tiga pihak yang sangat berpengaruh dalam keselamatan penerbangan yakni, regulator, operator dan penumpang itu sendiri. Namun dalam hal ini faktor keselamatan lebih disebabkan oleh maskapai sebagai operator penerbangan. Konsep low cost barrier (LCC) yang dilakukan dengan menekan biaya operasional ternyata mengabaikan faktor keselamatan. Untuk menekan harga tiket, strategi yang diterapkan LCC pada umumnya adalah dengan hanya memakai satu tipe pesawat, utilisasi sebuah pesawat semaksimal mungkin, turn around time di darat seminimum mungkin. Penggunaan pesawat secara terus menerus tersebut tidak diikuti dengan perawatan (maintenance) pesawat baik dari maskapai sehingga potensi pesawat mengalami kerusakan cukup tinggi.
Maskapai penerbangan swasta kian banyak dan marak dengan praktik perang tarif yang seolah tak terhindarkan. Di satu pihak, bisnis jasa penerbangan yang kian kompetitif ini membuat ketatnya jadwal para pilot yang menyebabkan mereka kurang cukup istirahat
Persaingan yang tidak sehat antar maskapai penerbangan
Operator baru menerapkan tarif murah meskipun belum mencapai status low cost airlines. Jadi ada kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran. Sejumlah operator baru berhasil bertahan karena ada injeksi modal atau lantaran subsidi silang.
Operator lama maupun baru menghadapi problem yang tidak mudah. Mereka memperebutkan pangsa pasar yang terbatas. Mereka memperebutkan rupiah, padahal kebanyakan utang di denominasi dalam dolar AS.Terjadi pertarungan dan persaingan yang tidak sehat antar maskapai yang sebenarnya bisa dihindari jika regulator sejak awal bersikap selektif.
Hal tersebut berakibat terjadinya perang tarif antar maskapai penerbangan dengan pemberlakuan tarif semurah-murahnya dengan menekan biaya operasional dengan cara mengurangi beberapa kenyamanan termasuk keselamatan penerbangan.

SASARAN YANG INGIN DICAPAI DAN FUNGSI TRANSPORTASI
Dalam sistem transportasi nasional yang memiliki sasaran terciptanya penyelenggaraan transportasi yang :
Efektif dalam arti:
Selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, dan polusi rendah.
Efisien dalam arti:
Beban publik rendah dan utilitas tinggi.
Dalam sistem transportasi nasional yang memiliki fungsi antara lain :
Sebagai unsur penunjang (servicing)
Menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berfungsi ikut menggerakkan dinamika pembangunan nasional serta sebagai industri jasa yang dapat memberikan nilai tambah.
Sebagai unsur pendorong (promoting)
Menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya dan/atau luar negeri sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis.
BEBERAPA UPAYA YANG DAPAT DITERAPKAN
Dari uraian di atas dapat diketahui mengenai pentingnya menciptakan sistem transportasi yang efektif dan efieien dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi termasuk dalam keselamatan transportasi udara. Dari permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut dapat dilakukan beberapa upaya untuk menangani permasalahan antara lain :
Pengawasan Pemerintah
Dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai regulator yakni pihak yang mengeluarkan regulasi penting khususnya mengenai transportasi udara.
Dalam hal pengoperasian pesawat terbang komersial, setiap maskapai penerbangan harus terlebih dahulu memiliki AOC (Aircraft Operating Certificate atau Sertifikasi Pengoperasian Pesawat) dan setiap organisasi perawatan pesawat terbang (lazim disebut juga Maintenance, Repair and Overhaul Station/MRO) wajib memiliki sertifikat AMO (Approved Maintenance Organization) yang diterbitkan oleh Ditjen Hubud.
Kewajiban Ditjen Hubud terhadap para pemegang AOC dan AMO adalah membina, mengawasi, menyupervisi, dan mengendalikan para operator/airlines dan MRO.
Ditjen Hubud juga bertanggung jawab dalam penerbitan licence bagi para personel seperti pilot dan mekanik, juga penerbitan otorisasi bagi dispatcher (mekanik atau pilot yang berhak mengizinkan pesawat untuk terbang) dan penerbitan Certificate of Airworthiness (CoA, sertifikat kelaikan terbang) bagi pesawat terbang yang akan beroperasi.
Dengan peranan Ditjen Hubud yang sedemikian besar jelas bahwa hitam putihnya para pelaku bisnis penerbangan tidak akan terlepas dari sejauh mana Ditjen Hubud melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya secara tepat. Semua pesawat terbang yang masuk dan dioperasikan oleh maskapai penerbangan Indonesia harus melalui izin dan verifikasi Ditjen Hubud untuk memperoleh CoA, tidak terkecuali bila pesawat tersebut bukan pesawat baru.
Peran sentral dan kewajiban pemerintah dalam menjaga keselamatan transportasi seharusnyalah bersifat proaktif dan bukannya reaktif setelah terjadinya kecelakaan.
Memperketat Keselamatan
Departemen Perhubungan akan membatasi usia pesawat udara jet yang boleh dioperasionalkan pertama kali oleh maskapai penerbangan nasional yakni maksimal 10 tahun dan 70.000 pendaratan.
Untuk menghindari adanya bias tanggung jawab apabila terjadi sesuatu, seyogianya, maskapai penerbangan tidak melakukan perawatan pesawat sendiri kecuali daily maintenance. Untuk melakukan Schedule Maintenance (By Calendar and / or Flight Hours) dan Un- Schedule Maintenance (Major Repair, Minor Repair,On Condition) sebaiknya menggunakan jasa MRO seperti Garuda Maintenance Facility (GMF), Merpati Maintenance Facility (MMF), dan fasilitas serupa lainnya.
Perawatan pesawat yang tepat untuk menjaga keselamatan penerbangan memang mungkin berharga mahal, tetapi akan lebih mahal lagi apabila terjadi kecelakaan. Dengan adanya korban jiwa, aset pesawat yang hilang, santunan yang harus dibayar, kemungkinan dituntut di pengadilan, reputasi perusahaan yang rusak, bahkan kredibilitas pemerintah pun mungkin akan turun.
Peremajaan Pesawat
Untuk kebanyakan maskapai penerbangan, jawaban dari pertanyaan kapan pesawat terbang sudah dianggap tua adalah cukup sederhana, bila umur (useful life) keekonomian pesawat tersebut sudah berakhir. Namun, sebuah pesawat terbang yang sudah dianggap tua oleh suatu negara, misalnya, mungkin masih dianggap cukup muda oleh negara lain.
Umur pesawat terbang tidak hanya ditentukan dari berapa tahun sejak awal terbang, tetapi juga berapa banyak flight cycle (take off/landing atau lepas landas dan mendarat) yang pernah dilakukannya.
Penentuan Batas Tarif Pesawat untuk Menghindari Persaingan Tidak Sehat
Pemerintah berupaya membalikkan keadaan dengan menaikkan tarif referensi. Tarif referensi merupakan alat agar maskapai penerbangan tidak melanggar komponen keamanan terbang. Faktor-faktor penghitung yang masuk dalam tarif referensi itu antara lain mencakup asuransi, biaya perawatan pesawat, manajemen, tingkat keterisian penumpang 75 %, aumsi harga avtur Rp 4.600 dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Kenaikan tarif referensi diperkirakan sekitar 30 %, tidak akan mengurangi perang harga tetapi akan berdampak positif terhadap keselamatan penumpang dan masa depan airlines yang bersangkutan. Dengan ongkos pesawat yang relatif sama maka manajemen airlines akan dipaksa kreatif, efisiensi di segala lini, memasuki segmentasi yang tepat dan membangun kualitas pelayanan yang prima. Kenaikan tarif referensi harus disusul kebijaksanaan lain untuk mengamankan pasar domestik.
Sebetulnya penentuan tarif angkutan udara telah diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 tahun 2002 tentang mekanisme penetapan dan formulasi perhitungan tarif penumpang angkutan udara niaga
Tarif dasar adalah besaran tarif yang dinyatakan dalam nilai rupiah per penumpang kilometer;. Tarif jarak adalah besaran tarif per rute penerbangan per satu kalo penerbangan, untuk setiap penumpangyang merupakan hasil perkalian antara tarif dasar dengan jarak serta dengan memperhatikan faktor daya beli. Tarif normal (normal fee) adalah tarif jarak tertinggu yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. Tarif batas adalah tarif jarak tertinggi/ maksimum yang diijinkan diberlakukan oleh perusahaan angkutan udara dan ditetapkan oleh Menteri Perhubungan.
Besaran tarif dasar dan tarif jarak diusulkan oleh Direktur Jenderal kepada Menteri untuk ditetapkan setelah dilakukan pembahsan terlebih dahulu dengan:
a. asosiasi perusahaan angkutan udara;
b. perusahaan angkutan udara
c. pengguna jasa angkutan udara
Besaran tarif dasar dan tarif jarak disampaikan oleh Direktur Jenderal sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan melampirkan:
a. perhitungan biaya operasi pesawat udara
b. justifikasi penyesuaian tarif dasar dan atau tarif jarak
c. hasil bahasan dengan masyarakat transportasi udara
Menteri menetapkan besaran tarif dasar dan atau tarif jarak sebagaimana diusulkan Direktur Jenderal dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial dan politik.
Tarif dasar di peroleh dari hasil perhitungan biaya pokok rata-rata ditambah keuntungan. Biaya pokok dimaksud terdiri dari komponen biaya, yaitu:
a. biaya langsung, terdiri dari biaya tetap dan biaya variable;
b. biaya tidak langsung terdiri dari biaya organisasi dan biaya pemasaran.
Namun tarif seperti diatur dalam Kepmen diatas hanya mengatur batas atas tarif sedangkan batas bawah tarif angkutan udara belum diatur secara jelas mengingat tarif diperoleh dari besarnya biaya pokok ditambah keuntungan. Dengan konsep biaya operasional yang ditekan memnugkinkan maskapai penerbangan tetp memperoleh keuntungan walaupun tarifnya murah.
Perlu adanya sanksi hukum yang tegas kepada maskapai yang tidak menerapkan keselamatan layak
Maskapai yang mengabaikan keselamatan perlu mendapat sanksi yang tegas dengan landasan hukum yang kuat. Seringkali pelanggaran yang terjadi kurang diperhatikan. Pemerintah bertindak setelah terjadi kecelakaan. Tentu saja penumpang sebagai konsumen sangat dirugikan mengingat konsumen berhak untuk mendapatkan rasa aman dalam pelayanan transportasi.
Regulasi Vs Low Cost
Musibah AdamAir ini mengingatkan kita pada musibah sejenis. Masih segar dalam ingatan saat Maskapai Penerbangan Mandala tertimpa musibah yang merenggut 111 nyawa. Muncul pertanyaan adakah yang salah dengan regulasi di bidang transportasi udara kita. Di Indonesia masalah penerbangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan. Pertanyaan ini ditepis oleh Ketua Komisi V DPR Ahmad Muqowam.

Dalam jumpa pers Komisi V Selasa (9/1) di DPR, Muqowam justru menyinggung isu Low Cost Carrier (LCC-penerbangan biaya murah). Akibat low cost, keselamatan kadang menjadi isu yang kurang diperhatikan, tutur Muqowam. Sementara, Andi Jalal menyatakan perangkat regulasi yang dimiliki Indonesia sudah cukup baik. Masalahnya hanya soal implementasi dari regulasi itu sendiri.

Selain itu, Muqowam menyinggung satu fakta adanya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2005 yang membatasi penggunaan pesawat terbang dalam jangka waktu 35 tahun. Usia kelaikan pesawat yang diatur di Permenhub ini menurut Muqowam berbeda dengan standard yang dikeluarkan produsen pesawat serta International Civil Aviation Organization (ICAO) yang membatasi usia pesawat hanya 20 tahun.
http://onlinelearning.multiply.com/journal/item/2/Tragedi_Sosial_dalam_Transportasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar